Rabu, 24 Juli 2013

KETENTUAN PERALIHAN HAK TANGGUNGAN by Rumah Lelang Padang

(1) Hak Tanggungan yang ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini, yang menggunakan ketentuan Hypotheek atau Credietverband berdasarkan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria diakui, dan selanjutnya berlangsung sebagai Hak Tanggungan menurut Undang-Undang ini sampai dengan berakhirnya hak tersebut.

(2) Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan ketentuan-ketentuan mengenai eksekusi dan pencoretannya sebagaimana diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 22 setelah buku -tanah dan sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan disesuaikan dengan ketentuan.

(3) Surat kuasa membebankan hipotik yang ada pada saat diundangkannya Undang-Undang ini dapat digunakan sebagai Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak saat berlakunya Undang-Undang ini, dengan mengingat ketentuan.

Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, semua peraturan perundang-undangan mengenai pembebanan Hak Tanggungan kecuali ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 tetap berlaku sampai ditetapkannya peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini dan dalam penerapannya disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

SANKSI ADMINISTRATIF HAK TANGGUNGAN by Rumah Lelang Padang

(1) Pejabat yang melanggar atau lalai dalam memenuhi ketentuan peraturan pelaksanaannya dapat dikenai sanksi administratif, berupa:
  1. tegoran lisan; 
  2. tegoran tertulis; 
  3. pemberhentian sementara dari jabatan; 
  4. pemberhentian dari jabatan. 
(2) Pejabat yang melanggar atau lalai dalam memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4), Pasal 16 ayat (4), dan Pasal 22 ayat (8) Undang-Undang ini dan/atau peraturan pelaksanaannya dapat dikenai sanksi administratif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak mengurangi sanksi yang dapat dikenakan menurut pera turan perundang-undangan lain yang berlaku.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

PENCORETAN dan PENGHAPUSAN HAK TANGGUNGAN by Rumah Lelang Padang

(1) Setelah Hak Tanggungan hapus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertipikatnya.

(2) Dengan hapusnya Hak Tanggungan, sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama -sama buku -tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan.

(3) Apabila sertipikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) karena sesuatu sebab tidak dikembalikan kepada Kantor Pertanahan, hal tersebut dicatat pada buku -tanah Hak Tanggungan.

(4) Permohonan pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertipikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditor bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu sudah lunas, atau pernyataan tertulis dari kreditor bahwa Hak Tanggungan telah hapus karena piu tang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu telah lunas atau karena kreditor melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan.

(5) Apabila kreditor tidak bersedia memberikan pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan perintah pencoretan tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat Hak Tanggungan yang bersangkutan didaftar.

(6) Apabila permohonan perintah pencoretan timbul dari sengketa yang sedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri lain, permohonan tersebut harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara yang bersangkutan.

(7) Permohonan pencoretan catatan Hak Tanggungan berdasarkan perintah Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan dengan melampirkan salinan penetapan atau putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

(8) Kantor Pertanahan melakukan pencoretan catatan Hak Tanggungan menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (7).

(9) Apabila pelunasan utang dilakukan dengan cara angsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2),
hapusnya Hak Tanggungan pada bagian obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan dicatat pada buku -tanah dan sertipikat Hak Tanggungan serta pada buku -tanah dan sertipikat hak atas tanah yang telah bebas dari Hak Tanggungan yang semula membebaninya.

Minggu, 21 Juli 2013

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN by Rumah Lelang Padang

(1) Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan:
  • hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau 
  • titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya. 

(2) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat
dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang meng- untungkan semua pihak.

(3) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit -dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.

(4) Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) batal demi hukum.

(5) Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihindarkan dengan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan.

Apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan Undang-Undang ini.

TATA CARA PEMBERIAN, PENDAFTARAN, PERALIHAN, DAN HAPUSNYA HAK TANGGUNGAN by Rumah Lelang Padang

Pemberian Hak Tanggungan

(1) Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terp isahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.

Sesuai dengan sifat accessoir dari Hak Tanggungan, pemberiannya haruslah merupakan ikutan dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang-piutang yang dijamin pelunasannya. Perjanjian yang menimbulkan hubungan utang-piutang ini dapat dibuat dengan akta di bawah tangan atau harus dibuat dengan akta otentik, tergantung pada ketentuan hukum yang mengatur materi perjanjian itu. Dalam hal hubungan utang- piutang itu timbul dari perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit, perjanjian tersebut dapat dibuat di dalam maupun di luar negeri dan pihak-pihak yang bersangkutan dapat orang perseorangan atau badan hukum asing sepanjang kredit yang bersangkutan dipergunakan untuk kepentingan pembangunan di wilayah negara Republik Indonesia.

(2) Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Apabila obyek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan.

Yang dimaksud dengan hak lama adalah hak kepemilikan atas tanah menurut hukum adat yang telah ada akan tetapi proses administrasi dalam konversinya belum selesai dilaksanakan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah syarat- syarat yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Mengingat tanah dengan hak sebagaimana dimaksud di atas pada waktu ini masih banyak, pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah itu dimungkinkan asalkan pemberiannya dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah tersebut. Kemungkinan ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada pemegang hak atas tanah yang belum bersertipikat untuk memperoleh kredit. Disamping itu, kemungkinan di atas dimaksudkan juga untuk mendorong pensertipikatan hak atas tanah pada umumnya.

Dengan adanya ketentuan ini berarti bahwa penggunaan tanah yang bukti kepemi -likannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis masih dimungkinkan sebagai agunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Ketentuan ini menunjukkan bagaimana caranya untuk meningkatkan pemberian agunan tersebut menjadi Hak Tanggungan.

Isi dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan

(1) Di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib dicantumkan:
  • nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan; Apabila Hak Tanggungan dibebankan pula pada benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah milik orang perseorangan atau badan hukum lain daripada pemegang hak atas tanah, pemberi Hak Tanggungan adalah pemegang hak atas tanah bersama -sama pemilik benda tersebut.
  • domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan apabila di antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dianggap sebagai domisili yang dipilih; Dengan dianggapnya kantor PPAT sebagai domisili Indonesia bagi pihak yang berdomisili di luar negeri apabila domisili pilihannya tidak disebut di dalam akta, syarat pencantuman domisili pilihan tersebut dianggap sudah dipenuhi.
  • penunju kan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1); Penunjukan utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud pada huruf ini meliputi juga nama dan identitas debitor yang bersangkutan.
  • nilai tanggungan; 
  • uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan.Uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada huruf ini meliputi rincian mengenai sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan atau bagi tanah yang belum terdaftar sekurang-kurangnya memuat uraian mengenai kepemilikan, letak, batas -batas, dan luas tanahnya.
(2) Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji-janji, antara lain :
  • janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan obyek Hak Tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan; 
  • janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan obyek Hak Tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan; 
  • janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk mengelola obyek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggungan apabila debitor sungguh-sungguh cidera janji; 
  • janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk menyelamatkan obyek Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi obyek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang; 
  • janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji; 
  • janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa obyek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan d ari Hak Tanggungan; 
  • janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas obyek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan; 
  • janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila obyek Hak Tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak Tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum; 
  • janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika obyek Hak Tanggungan diasuransikan; 
  • janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan obyek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan; 
  • janji yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4). 

Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memiliki obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji, batal demi hukum.

Pelaporan Hak Tanggungan

(1) Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

(2) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan.

(3) Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku -tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku -tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan sert a menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.

(4) Tanggal buku -tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku -tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya.

(5) Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku -tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Bukti Hak Tanggungan

(1) Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan per- undang-undangan yang berlaku.

(2) Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah dengan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".

(3) Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanja ng mengenai hak atas tanah.

(4) Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertipikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.

(5) Sertipikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan.

Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

(1) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  • tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan Hak Tanggungan; 
  • tidak memuat kuasa substitusi; 
  • mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitor apabila debitor bukan pemberi Hak Tanggungan. 
(2) Kuasa Untuk Membebankan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).

(3) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan.

(4) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang belu m terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah diberikan.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak ber-laku dalam hal Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan diberika n untuk menjamin kredit tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(6) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam waktu yang ditentukan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), atau waktu yang ditentukan menurut ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (5) batal demi hukum.

Peralihan Hak Tanggungan

(1) Jika piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan beralih karena cessie, subrogasi, pewarisan, atau sebab- sebab lain, Hak Tanggungan tersebut ikut beralih karena hukum kepada kreditor yang baru.

(2) Beralihnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan oleh kreditor yang baru kepada Kantor Pertanahan.

(3) Pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan sebagaima na dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan mencatatnya pada buku tanah Hak Tanggungan dan buku -tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat Hak Tanggungan dan sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.

(4) Tanggal pencatatan pada buku -tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah diterimanya secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, catatan itu diberi bertanggal hari kerja berikutnya.

(5) Beralihnya Hak Tanggungan mulai berlaku bagi pihak ketiga pada hari tanggal pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

Bentuk dan isi Akta Pemberian Hak Tanggungan

Bentuk dan isi Akta Pemberian Hak Tanggungan, bentuk dan isi buku -tanah Hak Tanggungan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Tanggungan ditetapkan dan diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Terhapusnya Hak Tanggungan

(1) Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut:
  • hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan; 
  • dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan; 
  • pembersihan Hak Tanggungan b erdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri; 
  • hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan. 
(2) Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan.

(3) Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Ha k Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan

(4) Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibeban Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang d ijamin.


Pembeli obyek Hak Tanggungan

(1) Pembeli obyek Hak Tanggungan, baik dalam suatu pelelangan umum atas perintah Ketua Pengadilan Negeri maupun dalam jual beli sukarela, dapat meminta kepada pemegang Hak Tanggungan agar benda yang dibelinya itu dibersihkan dari segala beban Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian.

(2) Pembersihan obyek Hak Tanggungan dari beban Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan pernyataan tertulis dari pemegang Hak Tanggungan yang berisi dilepaskannya Hak Tanggungan yang membebani obyek Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian.

(3) Apabila obyek Hak Tanggungan dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan dan tidak terdapat kesepakatan di antara para pemegang Hak Tanggungan tersebut mengenai pembersihan obyek Hak Tanggungan dari beban yang melebihi harga pembeliannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembeli benda tersebut dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan untuk menetapkan pembersih an itu dan sekaligus menetapkan ketentuan mengenai pembagian hasil penjualan lelang di antara para yang berpiutang dan peringkat mereka menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Permohonan pembersihan obyek Hak Tanggungan dari Hak Tanggungan yang membebaninya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilakukan oleh pembeli benda tersebut, apabila pembelian demikian itu dilakukan dengan jual beli sukarela dan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan para pihak telah dengan tegas me mperjanjikan bahwa obyek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari beban Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf f.

PEMBERI DAN PEMEGANG HAK TANGGUNGAN by Rumah Lelang Padang

(1) Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan.

(2) Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan.

Karena lahirnya Hak Tanggungan adalah pada saat didaftarnya Hak Tanggungan tersebut, maka kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan diharuskan ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pembuatan buku -tanah Hak Tanggungan. Untuk itu harus dibuktikan keabsahan kewenangan tersebut pada saat didaftarnya Hak Tanggungan yang bersangkutan.

(3) Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.

OBYEK HAK TANGGUNGAN by Rumah Lelang Padang

(1) Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah:
  • Hak Milik; 
  • Hak Guna Usaha; 
  • Hak Guna Bangunan. 
Yang dimaksud dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan adalah hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Hak Guna Bangunan meliputi Hak Guna Bangunan di atas tanah Negara, di atas tanah Hak Pengelolaan, maupun di atas tanah Hak Milik.

Sebagaimana telah dikemukakan dalam Penjelasan Umum angka 5, dua unsur mutlak dari hak atas tanah yang dapat dijadikan obyek Hak Tanggungan adalah:
  • hak tersebut sesuai ketentuan yang berlaku wajib didaftar dalam daftar umum, dalam hal ini pada Ka ntor Pertanahan. Unsur ini berkaitan dengan kedudukan diutamakan (preferent) yang diberikan kepada kreditor pemegang Hak Tanggungan terhadap kreditor lainnya. Untuk itu harus ada catatan mengenai Hak Tanggungan tersebut pada buku -tanah dan sertipikat hak atas tanah yang dibebaninya, sehingga setiap orang dapat mengetahuinya (asas publisitas), dan 
  • hak tersebut menurut sifatnya harus dapat dipindahtangankan, sehingga apabila diperlukan dapat segera direalisasi untuk membayar utang yang dijamin pelunasannya. 
Sehubungan dengan kedua syarat di atas, Hak Milik yang sudah diwakafkan tidak dapat dibebani Hak Tanggungan, karena sesuai dengan hakikat perwakafan, Hak Milik yang demikian sudah dikekalkan sebagai harta keagamaan. Sejalan dengan itu, hak atas tanah yang dipergunakan untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya juga tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.

(2) Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga di-bebani Hak Tanggungan.

Hak Pakai atas tanah Negara yang dapat dipindahtangankan meliputi Hak Pakai yang diberikan kepada orang perseorangan atau badan hukum untuk jangka waktu tertentu yang ditetapkan didalam keputusan pemberiannya. Walaupun didalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ditentukan bahwa untuk memindahtangankan Hak Pakai atas tanah Negara diperlukan izin dari pejabat yang berwenang, namun menurut sifatnya Hak Pakai itu memuat hak untuk memindahtangankan kepada pihak lain. Izin yang diperlukan dari pejabat yang berwenang hanyalah berkaitan dengan per-syaratan apakah penerima hak memenuhi syarat untuk me njadi pemegang Hak Pakai.


(3) Pembebanan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Hak Pakai atas tanah Hak Milik baru dapat dibebani Hak Tanggungan apabila hal itu sudah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Ke tentuan ini diadakan, karena perkembangan mengenai Hak Pakai atas tanah Hak Milik tergantung pada keperluannya di dalam masyarakat. Walaupun pada waktu ini belum dianggap perlu mewajibkan pendaftaran Hak Pakai atas tanah Hak Milik, sehingga hak tersebut tidak memenuhi syarat untuk dibebani Hak Tanggungan, namun untuk menampung perkembangan di waktu yang akan datang kemungkinan untuk membebankan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik tidak ditutup sama sekali.

(4) Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.

Hak Tanggungan dapat pula meliputi bangunan, tanaman, dan hasil karya misalnya candi, patung, gapura, relief yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan. Bangunan yang dapat dibebani Hak Tanggungan bersamaan dengan tanahnya tersebut meliputi bangunan yang berada di atas maupun di bawah permukaan tanah misalnya basement, yang ada hubungannya dengan hak atas tanah yang bersangkutan.

(5) Apabila bangunan, tanaman, dan hasil karya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta pada Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta otentik.

Pembebanan Hak Tanggungan atas bangunan, tanaman, dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang pemiliknya lain daripada pemegang hak atas tanah wajib dilakukan bersamaan dengan pemberian Hak Tanggungan atas tanah yang bersangkutan dan dinyatakan di dalam satu Akta Pemberian Hak Tanggungan, yang ditandatangani bersama oleh pemiliknya dan pemegang hak atas tanahnya atau kuasa mereka, keduanya sebagai pihak pemberi Hak Tanggungan. Yang dimaksud dengan akta otentik dalam ayat ini adalah Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan atas benda- benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah untuk dibebani Hak Tanggungan bersama -sama tanah yang bersangkutan

(6) Suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang.

Suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan sehingga terdapat pemegang Hak Tanggungan peringkat pertama, peringkat kedua, dan seterusnya.

(7) Apabila suatu obyek Hak Tanggungan dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan, peringkat masing- masing Hak Tanggungan ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan.

Yang dimaksud dengan tanggal pendaftaran adalah tanggal buku tanah Hak Tanggungan.

(8) Peringkat Hak Tanggungan yang didaftar pada tanggal yang sama ditentukan menurut tanggal pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan

Dalam hal lebih dari satu Hak Tanggungan atas satu obyek Hak Tanggungan dibuat pada tanggal yang sama, peringkat Hak Tanggungan tersebut ditentukan oleh nomor urut akta pemberiannya. Hal ini dimungkinkan karena pembuatan beberapa Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut hanya dapat dilakukan oleh PPAT yang sama.

Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

Hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan atau pemegang Hak Tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang Hak Tanggungan. Hak tersebut didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemberi Hak Tanggungan bahwa apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan berhak untuk menjual obyek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi Hak Tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu lebih dahulu daripada kreditor-kreditor yang lain. Sisa hasil penjualan tetap menjadi hak pemberi Hak Tanggungan.

Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapa pun obyek tersebut berada. Sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan pemegang Hak Tanggungan. Walaupun obyek Hak Tanggungan sudah berpindahtangan dan menjadi milik pihak lain, kreditor masih tetap dapat menggunakan haknya melakukan eksekusi, jika debitor cidera janji.

PENJELASAN HAK TANGGUNGAN by Rumah Lelang Padang

Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Dalam arti, bahwa jika debitor cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang Negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria yang ditunjuk sebagai hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan adalah Ha k Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan, sebagai hak-hak atas tanah yang wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Oleh karena itu dalam Pasal 51 Undang-Undang Pokok Agraria yang harus diatur dengan undang-undang adalah Hak Tanggungan atas Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan.

Hak Pakai dalam Undang-Undang Pokok Agraria tidak ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan, karena pada waktu itu tidak termasuk hak-hak atas tanah yang wajib didaftar dan karenanya tidak dapat memenuhi syarat publisitas untuk dapat dijadikan jaminan utang. Dalam perkembangannya Hak Pakai pun harus didaftarkan, yaitu Hak Pakai yang diberikan atas tanah Negara. Sebagian dari Hak Pakai yang didaftar itu, menurut sifat dan kenyataannya dapat dipindahtangankan, yaitu yang diberikan kepada orang perseorangan dan badan-badan hukum perdata.

Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Hak Pakai yang dimaksudkan itu dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia. Dalam Undang-Undang ini Hak Pakai tersebut ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan. Sehubungan dengan itu, maka untuk selanjutnya, Hak Tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah, dan dengan demikian menjadi tuntaslah unifikasi Hukum Tanah Nasional, yang merupakan salah satu tujuan utama Undang-Undang Pokok Agraria. Pernyataan bahwa Hak Pakai tersebut dapat dijadikan obyek Hak Tanggungan merupakan penyesuaian ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria dengan perkembangan Hak Pakai itu sendiri serta kebutuhan masyarakat.

Selain mewujudkan unifikasi Hukum Tanah Nasional, yang tidak kurang pentingnya adalah, bahwa dengan
ditunjuknya Hak Pakai tersebut sebagai obyek Hak Tanggungan, bagi para pemegang haknya, yang sebagian terbesar terdiri atas golongan ekonomi lemah yang tidak berkemampuan untuk mempunyai tanah dengan Hak Milik atau Hak Guna Bangunan, menjadi terbuka kemungkinannya untuk memperoleh kredit yang diperlukannya, dengan menggunakan tanah yang dipunyainya sebagai jaminan.

Dalam pada itu Hak Pakai atas tanah Negara, yang walaupun wajib didaftar, tetapi karena sifatnya tidak dapat dipindahtangankan, seperti Hak Pakai atas nama Pemerintah, Hak Pakai atas nama Badan Keagamaan dan Sosial, dan Hak Pakai atas nama Perwakilan Negara Asing, yang berlakunya tidak ditentuka n jangka waktunya dan diberikan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu, bukan merupakan obyek Hak Tanggungan.

Demikian pula Hak Pakai atas tanah Hak Milik tidak dapat dibebani Hak Tanggungan, karena tidak memenuhi kedua syarat di atas. Tetapi mengingat perkembangan kebutuhan masyarakat dan pembangunan di kemudian hari, dalam Undang-Undang ini dibuka kemungkinannya untuk dapat juga ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan, jika telah dipenuhi persyaratan sebagai yang disebutkan di atas. Hal itu lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dengan demikian maka hak-hak atas tanah yang dengan Undang-Undang ini ditunjuk sebagai obyek Hak

Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut sifatnya dapat dipindah tangankan. Sedang bagi Hak Pakai atas tanah Hak Milik dibuka kemungkinannya untuk di kemudian hari dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan, jika telah dipenuhi persyaratannya.

Tanah Hak Milik yang sudah diwakafkan, dan tanah-tanah yang dipergunakan untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, walaupun didaftar, karena menurut sifat dan tujuannya tidak dapat dipindahtangankan, tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.

Hak Tanggungan yang diatur dalam Undang-Undang ini pada dasarnya adalah Hak Tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Namun kenyataannya seringkali terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya, yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan tersebut. Sebagaimana diketahui Hukum Tanah Nasional didasarkan pada hukum adat, yang menggunakan asas pemisahan horizontal. Sehubungan dengan itu, maka dalam kaitannya dengan bangunan, tanaman, dan hasil karya tersebut, Hukum Tanah Nasional menggunakan juga asas pemisahan horizontal. Dalam rangka asas pemisahan horizontal, benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah menurut hukum bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah, tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut.

Namun demikian penerapan asas -asas hukum adat tidaklah mutlak, melainkan selalu memperhatikan dan disesuaikan dengan perkembangan kenyataan dan kebutuhan dalam masyarakat yang dihadapinya. Atas dasar kenyataan sifat hukum adat itu, dalam rangka asas pemisahan horizontal tersebut, dalam Undang-undang ini dinyatakan, bahwa pembebanan Hak Tanggungan atas tanah, dimungkinkan pula meliputi benda-benda sebagaimana dimaksud di atas. Hal tersebut telah dilakuka n dan dibenarkan oleh hukum dalam praktek, sepanjang benda-benda tersebut merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan dan keikutsertaannya dijadikan jaminan, dengan tegas dinyatakan oleh pihak-pihak dalam Akta Pemberian Hak Tanggungannya. Bangunan, tanaman, dan hasil karya yang ikut dijadikan jaminan itu tidak terbatas pada yang dimiliki oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, melainkan dapat juga meliputi yang dimiliki pihak lain. Sedangkan bangunan yang menggunakan ruang bawah tanah, yang secara fisik tidak ada hubungannya dengan bangunan yang ada di atas permukaan bumi di atasnya, tidak termasuk dalam pengaturan ketentuan mengenai Hak Tanggungan menurut Undang-undang ini.

Oleh sebab itu Undang-undang ini diberi judul: Undang-Undang tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, dan dapat disebut Undang-Undang Hak Tanggungan.

Proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan, yaitu:
  1. tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk selanjutnya disebut PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang-piutang yang dijamin; 
  2. tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan. 
Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, PPAT adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan hak atas tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan hak atas tanah, yang bentuk aktanya ditetapkan, sebagai bukti dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang terletak dalam daerah kerjanya masing-masing. Dalam kedudukan sebagai yang disebutkan di atas, maka akta-akta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta otentik.

Pengertian perbuatan hukum pembebanan hak atas tanah yang pembuatan aktanya merupakan kewenangan

PPAT, meliputi pembuatan akta pembebanan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 Undang-Undang Pokok Agraria dan pembuatan akta dalam rangka pembebanan Hak Tanggungan yang diatur dalam Undang-undang ini.

Dalam memberikan Hak Tanggungan, pemberi Hak Tanggungan wajib hadir di hadapan PPAT. Jika karena sesuatu sebab tidak dapat hadir sendiri, ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya, dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, disingkat SKMHT, yang berbentuk akta otentik. Pembuatan SKMHT selain kepada Notaris, ditugaskan juga kepada PPAT yang keberadaannya sampai pada wilayah kecamatan, dalam rangka memudahkan pemberian pelayanan kepada pihak-pihak yang memerlukan.

Pada saat pembuatan SKMHT dan Akta Pemberian Hak Tanggungan, harus sudah ada keyakinan pada Notaris atau PPAT yang bersangkutan, bahwa pemberi Hak Tanggungan mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang dibebankan, walaupun kepastian mengenai dimilikinya kewenangan tersebut baru dipersyaratkan pada waktu pemberian Hak Tanggungan itu didaftar.

Pada tahap pemberian Hak Tanggungan oleh pemberi Hak Tanggungan kepada kreditor, Hak Tanggungan yang bersangkutan belum lahir. Hak Tanggungan itu baru lahir pada saat dibukukannya dalam buku -tanah di Kantor Pertanahan. Oleh karena itu kepastian mengenai saat didaftarnya Hak Tanggungan tersebut adalah sangat penting bagi kreditor.

Saat tersebut bukan saja menentukan kedudukannya yang diutamakan terhadap kreditor-kreditor yang lain,
melainkan juga menentukan peringkatnya dalam hubungannya dengan kreditor-kreditor lain yang juga pemegang Hak Tanggungan, dengan tanah yang sama sebagai jaminannya. Untuk memperoleh kepastian mengenai saat pendaftarannya, dalam Undang-Undang ini ditentukan, bahwa tanggal baku -tanah Hak Tanggungan yang bersangkutan adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran tersebut secara lengkap oleh Kantor Pertanahan, dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, maka buku -tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya.

Dalam rangka memperoleh kepastian mengenai kedudukan yang diutamakan bagi kreditor pemegang Hak
Tanggungan tersebut, ditentukan pula, bahwa Akta Pemberian Hak Tanggungan beserta surat-surat lain yang diperlukan bagi pendaftarannya, wajib dikirimkan oleh PPAT kepada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganannya. Demikian pula pelaksanaan kuasa membebankan Hak Tanggungan yang dimaksudkan di atas ditetapkan batas waktunya, yaitu 1 (satu) bulan untuk hak atas tanah yang sudah terdaftar dan 3 (tiga) bulan untuk hak atas tanah yang belum terdaftar.

Oleh karena Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau accessoir pada suatu piutang tertentu,
yang didasarkan pada suatu perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya.

Dalam hal piutang yang bersangkutan beralih kepada kreditor lain, Hak Tanggungan yang menjaminnya, karena hukum beralih pula kepada kreditor tersebut. Pencatatan peralihan Hak Tanggungan tersebut tidak memerlukan akta PPAT, tetapi cukup didasarkan pada akta beralihnya piutang yang dijamin. Pencatatan peralihan itu dilakukan pada buku -tanah dan sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan, serta pada buku -tanah dan sertipikat hak atas tanah yang dijadikan jaminan.

Demikian juga Hak Tanggungan menjadi hapus karena hukum, apabila karena pelunasan atau sebab-sebab lain, piutang yang dijaminnya menjadi hapus. Dalam hal ini pun pencatatan hapusnya Hak Tanggungan yang bersangkutan cukup didasarkan pada pernyataan tertulis dari kreditor, bahwa piutang yang dijaminnya hapus. Pada buku -tanah Hak Tanggungan yang bersangkutan dib ubuhkan catatan mengenai hapusnya hak tersebut, sedang sertipikatnya ditiadakan. Pencatatan serupa, yang disebut pencoretan atau lebih dikenal sebagai "roya", dilakukan juga pada buku -tanah dan sertipikat hak atas tanah yang semula dijadikan jaminan. Sertipikat hak atas tanah yang sudah dibubuhi catatan tersebut, diserahkan kembali kepada pemegang haknya.

Dengan tidak mengabaikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, kesederhanaan administrasi pendaftaran Hak Tanggungan, selain dalam hal peralihan dan hapusnya piutang yang dijamin, juga tampak pada hapusnya hak tersebut karena sebab-sebab lain, yaitu karena dilepaskan oleh kreditor yang bersangkutan, pembersihan obyek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri, dan hapusnya hak atas tanah yang dijadikan jaminan.

Sehubungan dengan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, Undang-undang ini mengatur tatacara pencatatan peralihan dan hapusnya Hak Tanggungan, termasuk pencoretan atau roya.

Salah satu ciri Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya, jika debitor cidera janji. Walaupun secara umum ketentuan tentang eksekusi telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, dipandang perlu untuk memasukkan secara khusus ketentuan tentang eksekusi Hak Tanggungan dalam Undang-Undang ini, yaitu yang mengatur lembaga parate executie sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224

Reglemen Indonesia yang Diperbarui (Het Herziene Indonesisch Reglement) dan Pasal 258 Reglemen Acara
Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten
Buiten Java en Madura).

Sehubungan dengan itu pada sertipikat Hak Tanggungan, yang berfungsi sebagai surat-tanda-bukti adanya Hak Tanggungan, dibubuhkan irah-irah dengan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Selain itu sertipikat Hak Tanggungan tersebut dinyatakan sebagai pengganti grosse acte Hypotheek, yang untuk eksekusi Hypotheek atas tanah ditetapkan sebagai syarat dalam melaksanakan ketentuan pasal-pasal kedua Reglemen di atas.

Agar ada kesatuan pengertian dan kepastian mengenai penggunaan ketentuan-ketentuan tersebut, ditegaskan lebih lanjut dalam Undang-Undang ini, bahwa selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, peraturan mengenai eksekusi Hypotheek yang diatur dalam kedua Reglemen tersebut, berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.

Untuk memudahkan dan menyederhanakan pelaksanaan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini bagi kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan, kepada Ketua Pengadilan Negeri diberikan kewenangan tertentu, yaitu: penetapan memberikan kuasa kepada kreditor untuk mengelola obyek Hak Tanggungan, penetapan hal- hal yang berkaitan dengan permohonan pembersihan obyek Hak Tanggungan, dan pencoretan Hak Tanggungan.

Untuk menjamin kepastian hukum serta memberikan perlindungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dalam Undang-Undang ini diatur sanksi administratif yang dikenakan kepada para pelaksana yang bersangkutan, terhadap pelanggaran atau kelalaian dalam memenuhi berbagai ketentuan pelaksanaan tugasnya masing-masing.

Selain dikenakan sanksi administratif tersebut di atas, apabila memenuhi syarat yang diperlukan, yang bersangkutan masih dapat digugat secara perdata dan/atau dituntut pidana.

Undang-undang ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria yang disesuaikan dengan perkembangan keadaan dan mengatur berbagai hal baru berkenaan dengan lembaga Hak Tanggungan sebagaimana telah diuraikan di atas, yang cakupannya meliputi:
  1. obyek Hak Tanggungan; 
  2. pemberi dan pemegang Hak Tanggungan; 
  3. tata cara pemberian, pendaftaran, peralihan, dan hapusnya Hak Tanggungan; 
  4. eksekusi Hak Tanggungan; 
  5. pencoretan Hak Tanggungan; 
  6. sanksi administratif;

(1) Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Yang dimaksud dengan sifat tidak dapat dibagi-bagi Hak Tanggungan adalah bahwa Hak Tanggungan membebani secara utuh obyek Hak Tanggungan dan setiap bagian daripadanya. Telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin tidak berarti terbebasnya sebagian obyek Hak Tanggungan dari beban Hak Tanggungan, melainkan Hak Tanggungan itu tetap membebani seluruh obyek Hak Tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi.

(2) Apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan, bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa u tang yang belum dilunasi.

Ketentuan ini merupakan perkecualian dari asas yang ditetapkan pada ayat (1) untuk menampung kebutuhan perkembangan dunia perkreditan, antara lain untuk mengakomodasi keperluan pendanaan pembangunan kompleks perumahan yang semula menggunakan kredit untuk pembangunan seluruh kompleks dan kemudian akan dijual kepada pemakai satu persatu, sedangkan untuk membayarnya pemakai akhir ini juga menggunakan kredit dengan jaminan rumah yang bersangkutan.

Sesuai ketentuan ayat ini apabila Hak Tanggungan itu dibebankan pada beberapa hak atas tanah yang terdiri dari beberapa bagian yang masing-masing merupakan suatu kesatuan yang berdiri sendiri dan dapat dinilai secara tersendiri, asas tidak dapat dibagi-bagi ini dapat disimpangi asal hal itu diperjanjikan secara tegas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.

(3) Utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau jumlah yang pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat dit entukan berdasarkan perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan.

Utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang sudah ada maupun yang belum ada tetapi sudah diperjanjikan, misalnya utang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditor untuk kepentingan debitor dalam rangka pelaksanaan bank garansi. Jumlahnya pun dapat ditentukan secara tetap di dalam perjanjian yang bers angkutan dan dapat pula ditentukan kemudian berdasarkan cara perhitungan yang ditentukan dalam perjanjian yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan, misalnya utang bunga atas pinjaman pokok dan ongkos-ongkos lain yang jumlahnya baru dapat d itentukan kemudian.

Perjanjian yang dapat menimbulkan hubungan utang-piutang dapat berupa perjanjian pinjam meminjam maupun perjanjian lain, misalnya perjanjian pengelolaan harta kekayaan orang yang belum dewasa atau yang berada dibawah pengampuan, yang diikuti dengan pemberian Hak Tanggungan oleh pihak pengelola.

(4) Hak Tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum.

Seringkali terjadi debitor berutang kepada lebih dari satu kreditor, masing-masing didasarkan pada perjanjian utang- piutang yang berlainan, misalnya kreditor adalah suatu bank dan suatu badan afiliasi bank yang bersangkutan. Piutang para kreditor tersebut dijamin dengan satu Hak Tanggungan kepada semua kreditor dengan satu akta pemberian Hak Tanggungan. Hak Tanggungan tersebut dibebankan atas tanah yang sama. Bagaimana hubungan para kredit or satu dengan yang lain, diatur oleh mereka sendiri, sedangkan dalam hubungannya dengan debitor dan pemberi Hak Tanggungan kalau bukan debitor sendiri yang memberinya, mereka menunjuk salah satu kreditor yang akan bertindak atas nama mereka. Misalnya mengenai siapa yang akan menghadap PPAT dalam pemberian Hak Tanggungan yang diperjanjikan dan siapa yang akan menerima dan menyimpan sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan.

Istilah yang Dipakai dalam Aset Lelang Bank

  • Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah s ebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain; 
  • Kreditor adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu; 
  • Debitor adalah pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu; 
  • Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; 
  • Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah akta PPAT yang berisi pemberian Hak Tanggungan kepada kreditor tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya; 
  • Kantor Pertanahan adalah unit kerja Badan Pertanahan Nasional di wilayah kabupaten, kotamadya, atau wilayah administratif lain yang setingkat, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.